4 Tingkatan ilmu islam : syariat,Tarekat,Hakikat dan Marifat

4 Tingkatan Ilmu Islam Syariat,Tarekat, Hakikat dan Makrifat ,  Ketahuilah dalam ajaran islam ada 4 tingkatan ilmu yang perlu anda pelajari diantaranya  1. syariat  2. tarekat 3. hakikat 4. makrifat Jika anda hanya mempelajari salah satu ilmu islam maka hal ini yang sering terjadi di kalangan masyarakat kita hingga menimbulkan perselisihan dan perbedaan pendapat serta membeda-bedakan antar umat beragama. Jika anda mengetahui ke 4 ilmu ini maka semuanya sama tidak ada perbedaan di antara muslim mau pun non muslim. Sebelum menjelaskan tentang pengertian Syariat, Tarekat, Hakekat dan  Makrifat, marilah  kita jelaskan kapan datangnya istilah-istilah tersebut. Istilah tersebut sebenarnya jaman Rasulullah tidak ada, istilah tsb muncul ke generasi yang ke tiga dari Rasulullah saw, yaitu setelah Rasulullah saw, Shahabat Nabi, Tabi’in, Itabi’in, setelah kegenerasi ketiga itulah munculnya para Tasawuf pada Abad ke 11 (5 H) Tasawuf dipakai setiap calon Sufi untuk mendekatkan diri kepada Allah atau berada dalam kehadiratnya tanpa dibatasi hijab.Bagaimana menurut syareat Islam? Ahlus sunah Waljama’ah? Suatu cara mendekat diri kepada Allah dengan istilah diatas dipersilahkan yang terpenting sesuai dengan sumber hukum dalam Islam (Al-Qur’an, Hadist) dan Syariat yang sudah ditetapkan oleh Allah. Jadi para tasawuf, itu menyatukan lahir dan batin  dalam mengamalkan syariat itu bersungguh secara istiqomah dalam mendekatkan diri kepada kepada Allah swt.   Pengertian Syariat Islam Syariat (Islam) adalah hukum dan aturan (Islam) yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat Muslim. Selain berisi hukum dan aturan, syariat (Islam) juga berisi penyelesaian masalah seluruh kehidupan ini. Maka oleh sebagian penganut Islam, syariat (Islam) merupakan panduan menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan hidup manusia dan kehidupan dunia ini. Syariat yaitu segala aturan yang sudah ditentukan oleh Allah swt, atau aturan yang sudah dilegalisasi oleh Rasulullah saw yang berkenaan dalam soal Aqidah, masalah hukum baik haram halal, syarat atau rukun dsb yang mengatur hubungan manusia dengan penciptaNya atau Sesama Manusia. Dalam Syariat aturan udah baku tidak dapat dirubah, tidak seperti ilmu fikih dapat dirubah. Dalam ilmu Tasawuf syariat adalah yang mengatur amal ibadat dan muamalat secara lahir. Dalam tingakat ini, membahas soal amalan hati atau batiniah atau rohani yah disebut Tasawuf  dan ilmu bagi amalan lahir, dalam tingkat ini Syariat itu di ibaratkan suatu benih biji yang akan kita tanam.   Pengertian Tarekat Islam Tarekat berasal dari kata ‘thariqah’ yang artinya ‘jalan’. Jalan yang dimaksud di sini adalah jalan untuk menjadi orang bertaqwa, menjadi orang yang diredhoi Allah s.w.t. Secara praktisnya tarekat adalah kumpulan amalan-amalan lahir dan batin yang bertujuan untuk membawa seseorang untuk menjadi orang bertaqwa.Ada 2 macam tarekat yaitu tarekat wajib dan tarekat sunat. ~ Tarekat wajib, yaitu amalan-amalan wajib, baik fardhu ain dan fardhu kifayah yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim. tarekat wajib yang utama adalah mengamalkan rukun Islam. Amalan-amalan wajib ini insya Allah akan membuat pengamalnya menjadi orang bertaqwa yang dipelihara oleh Allah. Paket tarekat wajib ini sudah ditentukan oleh Allah s.w.t melalui Al-Quran dan Al-Hadis. Contoh amalan wajib yang utama adalah shalat, puasa, zakat, haji. Amalan wajib lain antara lain adalah menutup aurat, makan makanan halal dan lain sebagainya.~ Tarekat sunat, yaitu kumpulan amalan-amalan sunat dan mubah yang diarahkan sesuai dengan 5 syarat ibadah untuk membuat pengamalnya menjadi orang bertaqwa. Tentu saja orang yang hendak mengamalkan tarekat sunnah hendaklah sudah mengamalkan tarekat wajib. Jadi tarekat sunnah ini adalah tambahan amalan-amalan di atas tarekat wajib. Paket tarekat sunat ini disusun oleh seorang guru mursyid untuk diamalkan oleh murid-murid dan pengikutnya. Isi dari paket tarekat sunat ini tidak tetap, tergantung keadaan zaman tarekat tersebut dan juga keadaan sang murid atau pengikut. Hal-hal yang dapat menjadi isi tarekat sunat ada ribuan jumlahnya, seperti shalat sunat, membaca Al Qur’an, puasa sunat, wirid, zikir dan lain sebagainya. Secara harfiah berarti jalan, metoda, cara, dalam lapangan tasawuf istilah ini dipakai calon sufi adalah jalan yang ditempuh untuk mendekatkan diri kepada Allah yang sedekat-dekatnya atau mendapat maqam yang mahmudah, jadi dalam tingkatan ini ada maqam yang harus dikerjakan secara istiqamah yaitu maqam taubat, zuhud, sabar, ridlo dsb. Dalam tingkat ini adalah menghidupkan Syareat sebagai amalan lahir atau amalan batin secara sungguh-sungguh dan istiqamah dalam rangka mengnguatkan keimanan dalam hati. Pada tingkat tarekat ini di ibaratkan menanam benih biji (Syariat) tumbuh menjadi kecambah atau sebatang pokok yang bercabang dan berdaun. Pengertian Hakikat Islam Hakikat artinya i`tikad atau kepercayaan sejati (mengenai Tuhan), maka hakikat ini pekerjaan hati. Sehingga tidak ada yang dilihat didengar selain Allah, atau gerak dan diam itu diyakini dalam hati pada hakikatnya adalah kekuasaan Allah. (Abdurrahman Siddik Al Banjari ,1857 kitab Amal Ma`rifat). ~ Hakikat; adalah kebenaran, kenyataan (Poerwadarminta,1984) hakekat menyaring dan memusatkan aspek-aspek yang lebih rumit menjadi keterangan yang gamblang dan ringkas, hakikat mengandung pengertian-pengertian kedalam aspek yang penting dan instrinsik dari benda yang dianalisa (Konsep Dasain Interior II, Olih Solihat Karso).~ Hakikat berasal dari kata arab haqqo, yahiqqu, haqiqotan yang berarti kebenaran sedangkan dalam kamus ilmiah disebutkan bahwa hakikat adalah: Yang sebenarnya; sesungguhnya; keadaan yang sebenarnya (Partanto, pius A, M. Dahlan al barry, Kamus Ilmiah Populer, 1994, Arkola, Surabaya).~ Istilah bahasa hakikat berasal dari kata “Al-Haqq”, yang berarti kebenaran. Kalau dikatakan Ilmu Hakikat, berarti ilmu yang digunakan untuk mencari suatu kebenaran. Hakikat yang berarti kebenaran atau benar-benar ada, orang-orang sufi menjadikan Allah sebagai sumber kebenaran, dan meyakini seyakin-yakinya, tiada yang lebih indah kecuali mencitai Allah swt dan mentaatinya. Hakekat ini akan di akan dicapai seseorang setelah mencapai makrifat yang sebenar-benarnya dalam tingatan ini benar-benar tiada tabir atau hijab dengan Allah artinya sinyal kita benar nyambung kepada Allah, sehingga ada diantara kita yang memiliki indra ke 6. Dapat di ibaratkan buah , jadi yaitu biji benih (syariat)  pada tingkatan tharikat  menjadi batang yang becabang, berdaun jika pada tingkatan ini kita amalkan buah dari tharekat, akhlak, bisa menahan nafsu, sabar, tawaduk kita akan memperoleh buah (maqam mahmudah) jadi dengan Allah tiada hijab atau tabir atau penghalang lagi.   Pengertian Makrifat Islam Istilah Ma’rifat berasal dari kata “Al-Ma’rifah” yang berarti mengetahui atau mengenal sesuatu. Dan apabila dihubungkan dengan pengamalan Tasawuf, maka istilah ma’rifat di sini berarti mengenal Allah ketika Shufi mencapai maqam dalam Tasawuf. Kemudian istilah ini dirumuskan definisinya oleh beberapa Ulama Tasawuf; antara lain : a. Dr. Mustafa Zahri mengemukakan salah satu pendapat Ulama Tasawuf yang mengatakan : “Marifat adalah ketetapan hati (dalam mempercayai hadirnya) wujud yang wajib adanya (Allah) yang menggambarkan segala kesempurnaannya.”b. Asy-Syekh Ihsan Muhammad Dahlan Al-Kadiriy mengemukakan pendapat Abuth Thayyib As-Saamiriy yang mengatakan: “Ma’rifat adalah hadirnya kebenaran Allah (pada Shufi)…dalam keadaan hatinya selalu berhubungan dengan Nur Ilahi…”c. Imam Al-Qusyairy mengemukakan pendapat Abdur Rahman bin Muhammad bin Abdillah yang mengatakan: “Ma’rifat membuat ketenangan dalam hati, sebagaimana ilmu pengetahuan membuat ketenangan (dalam akal pikiran). Barangsiapa yang meningkat ma’rifatnya, maka meningkat pula ketenangan (hatinya).” marifat arti secara umum adalah yang dilakukan orang alim yang sesuai dengan maksud dan tujuan ilmu sendiri. Ma‘rifat menurut ahli fiqhi adalah ilmu. setiap ilmu itu ma’rifat, ma‘rifat itu ilmu, setiap orang alim arif dan setiap ‘arif itu alim. Ma‘rifat menurut ahli shufi ialah rasa kesadaran kepada Alloh akan sifat dan AsmaNYA. Marifat menurut bahasa adalah menggetahui Allah SWT. Marifat menurut istilah adalah sadar kepada Allah SWT, yakni : hati menyadari bahwa segala menemukan, bergerak, berdiam, berangan-angan, berfikir dan sebagainya semua adalah Alloh SWT, yang menciptakan dan yang mengerakan. Jadi semuanya dan segala sesuatu adalah Billah. Makrifat, sebagai pengetahuan yang hakiki dan meyakinkan, menurut al-Gazali, tidak didapat lewat pengalaman inderawi, juga tidak dicapai lewat penalaran rasional, tetapi lewat kemurnian qalbu yang mendapat ilham atau limpahan n­ur dari Tuhan sebagai pengalaman sufistik. Di sini, tersingkap segala realitas yang tidak dapat ditangkap oleh indera dan tidak terjangkau oleh akal (rasio). Teori pengetahuan kasyfiy atau ‘irfaniy yang tidak menekankan peran indera dan rasio dipandang telah ikut melemahkan semangat seseorang untuk bergelimang dalam ilmu pengetahuan dan filsafat. Orang lari dari dunia nyata yang obyektif ke dunia gaib yang tidak dapat ditangkap oleh indera dan nalar. Orang lebih mementingkan kebahagiaan diri sendiri daripada kebahagiaan dan keselamatan umat manusia. Karenanya, orang lebih tertarik pada sikap hidup isolatif daripada sikap hidup partisipatif. Sikap hidup seperti ini berakibat pada banyaknya persoalan kemanusiaan tidak terurus yang sebenarnya menjadi tugas manusia. Makrifat, menurut al-Gazali, ialah pengetahuan yang meyakinkan, yang hakiki, yang dibangun di atas dasar keyakinan yang sempurna (haqq al-yaqin). Ia tidak didapat lewat pengalaman inderawi, juga tidak lewat penalaran rasional, tetapi semata lewat kemurnian qalbu yang mendapat ilham atau limpahan nur dari Tuhan sebagai pengalaman kasyfiy atau ‘irfaniy. Teori pengetahuan ala sufi ini dipandang telah ikut melemahkan semangat seseorang untuk aktif dalam kehidupan nyata secara seimbang antara tuntutan pribadi dan sosial, antara jasmani dan ruhani. Makrifat merupakan ilmu yang tidak menerima keraguan (العلم الذى لا يقبل الشك) yaitu ”pengetahuan” yang mantap dan mapan, yang tak tergoyahkan oleh siapapun dan apapun, karena ia adalah pengetahuan yang telah mencapai tingkat haqq al-yaqin. Inilah ilmu yang meyakinkan, yang diungkapkan oleh al-Gazali dengan rumusan sebagai berikut: ان علم اليقين هو الذي هو الذى ينكشف فيه المعلوم انكشافا لا يبقى معه ريب ولا يقالانه امكان الغلط والوهم ولا يتسع القلب لتقدير ذلك “Sesungguhnya ilmu yang meyakinkan itu ialah ilmu di mana yang menjadi obyek pengetahuan itu terbuka dengan jelas sehingga tidak ada sedikit pun keraguan terhadapnya; dan juga tidak mungkin salah satu keliru, serta tidak ada ruang di qalbu untuk itu”.   Pengertian Syariat, Tarekat, Hakikat dan Makrifat Islam Secara definitif, makrifat menurut al-Gazali ialah : الإطلاع على أسرار الربوبية والعلم بترتب الأمور الإلهية المحيطة بكل الموجودات. “Terbukanya rahasia-rahasia Ketuhanan dan tersingkapnya hukum-hukum Tuhan yang meliputi segala yang ada”. Dari definisi di atas, dapat dikatakan bahwa obyek makrifat dalam ajaran tasawuf al-Gazali tidak hanya terbatas pada pengenalan tentang Tuhan, tetapi juga mencakup pengenalan tentang segala hukum-hukum-Nya yang terdapat pada semua makhluk. Lebih jauh, dapat pula diartikan bahwa orang yang telah mencapai tingkat makrifat (al-‘arif) mampu mengenal hukum-hukum Allah atau sunnah-Nya yang hanya tampak pada orang-orang tertentu – para ’arifin. Karena itu, adanya peristiwa-peristiwa “luar biasa”, seperti karamah, kasyf dan lain-lain yang dialami oleh orang-orang sufi, sebenarnya, tidaklah keluar dari sunnah Allah dalam arti yang luas, karena mereka mampu menjangkau sunnah-Nya yang tak dapat dilihat atau dijangkau oleh orang-orang biasa. Karena itu, dapat dikatakan, bahwa obyek makrifat dalam pandangan al-Gazali mencakup pengenalan terhadap hakikat dari segala realitas yang ada. Meskipun demikian, pada kenyataannya, al-Gazali lebih banyak membahas atau mengajarkan tentang cara seseorang memperoleh pengetahuan tentang Tuhan, yang memang tujuan utama dari setiap ajaran sufi. Dengan demikian, al-Gazali mendefinisikan makrifat dengan. (النظر الى وجه الله تعالى) (memandang kepada wajah Allah ta’ala). Perlu disadari, betapapun tingginya pengenalan (al-makrifat) seseorang terhadap Allah, ia tidak akan mungkin dapat mengenal-Nya dengan sempurna, sebab manusia itu bersifat terbatas (finite), sedangkan Allah bersifat tak terbatas (infinite).  Makrifat dalam arti yang sesungguhnya, menurut al-Gazali, tidak dapat dicapai lewat indera atau akal, melainkan lewat n­ur yang diilhamkan Allah ke dalam qalbu. Melalui pengalaman sufistik seperti inilah, didapat pengetahuan dalam bentuk kasyf. Dengan kata lain, makrifat bukanlah pengetahuan yang dihasilkan lewat membaca, meneliti, atau merenung, tetapi ia adalah apa yang disampaikan Tuhan kepada seseorang (sufi) dalam pengalaman sufistik langsung. Makrifat sebagai ilmu mukasyafah, kata al-Gazali, tidak bisa dikomunikasikan kepada orang yang belum pernah mengalaminya, atau belum mencapai tingkat kualifikasi yang mampu mengerti pengalaman sufistik semacam itu. Setiap pengalaman pribadi antara seorang sufi dengan Tuhannya, jika diungkapkan dengan kata-kata, sudah dapat dipastikan salah paham dari pendengar yang tak mampu melepaskan ikatan duniawi. Paling-paling seorang sufi hanya mencoba mengungkapkannya secara simbolik dan metaforik, karena tidak ada bahasa yang dapat menuturkan secara tepat, tidak ada ungkapan yang tidak mengandung penafsiran ganda. Selain itu Al-Gazali juga sangat menentang orang yang tidak peduli terhadap hukum-hukum syariah karena menganggap telah mencapai tingkat tertinggi (wali) dan telah memperoleh pengetahuan langsung dari sumbernya, yaitu Allah SWT. berupa pengetahuan kasyfi, yang membawanya tidak terikat lagi pada hukum-hukum taklifiy. Kenyataan ini, menurut ‘Abd. al-¦alim Mahm­d, adalah tindakan bid’ah yang sangat menyesatkan, yang lahir dari orang-orang yang sama sekali tidak mengerti agama (Islam), terutama tentang hakikat tasawuf. Jika ada orang berkata, demikian Ibnu Taimiyah, bahwa ia telah menerima pengetahuan berdasarkan kasyf, tetapi bertentangan dengan sunnah Rasul, maka kita wajib menolaknya. Menurut Ab­ al-A’la al-Maud­diy, antara syariah dan tasawuf terdapat hubungan yang tidak bisa dipisahkan. Jika syariah (fiqh) mengatur aspek lahir, maka tasawuf berhubungan dengan aspek batin untuk kesempurnaan ibadah kepada Allah SWT. Salah satu perbedaan lain antara ma’rifat dan jenis pengetahuan lain adalah cara memperolehnya. Jenis pengetahuan biasa diperoleh melalui usaha keras; belajar keras; merenung keras; berpikir keras. Akan tetapi ma’rifat tidak bisa sepenuhnya diusahakan manusia. Pada tahap akhir semuanya bergantung pada kemurahan Allah Swt. Manusia hanya bisa melakukan persiapan (isti’dad) dengan cara membersihkan diri dari segala dosa dan penyakit-penyakit hati atau akhlak tercela lainnya. Adapun Tanda-Tanda bagi adanya ma’rifat adalah hidupnya hati beserta Allah Ta’ala. Ditulis oleh al-Ghazali, bahwasanya pernah terjadi dialog antara Allah dan Nabi Daud A.S. dimana Daud ditanya oleh Allah, “Adakah Engkau tahu apakah ma’rifat kepadaku ?”, Daud menjawab, “Tidak”. Dijelakan oleh Allah, “Ia itu adalah hidupnya hati dalam musyahadah (menyaksikan) kepadaku. Ma’rifat hakiki terdapat dalam maqam ru’yat wa al–musyahadah bi sirr al-qalb. Orang yang ma’rifat melihat sekedar hanya untuk mengetahui. Karena ma’rifat yang hakiki ada di dalam (bathin) iradah Allah. Allah, ketika ini, hanya membuka sebagian hijab sehingga memungkinkan hambanya untuk mengenali-Nya. Akan tetapi, Ia tidak membuka seluruh hijab, agar yang melihat-Nya tidak terbakar. Tanda adanya ma’rifat hakiki pada diri seseorang adalah jika di hatinya telah tidak dijumpai tempat untuk lain selain Allah. Ini erat kaitannya dengan apa yang dikatakan sebagian para Ulama tentang hakikat ma’rifat bahwa hakikatnya adalah menyaksikan (musyahadat) al-haqq dengan tanpa perantaraan, tidak bisa digambarkan, dan tanpa ada kesamaran. Potret dan contoh figur yang telah sampai pada tingkatan ini, sebagaimana dicontohkan oleh al-Ghazali, misalnya Ali bin Abi Thalib, Ja’far Shadiq. Ketika Ali ditanya oleh seseorang, “Wahai Amir al-Mu’minin, apakah engkau menyembah seseuatu yang engkau lihat atau sesuatu yang tidak engkau lihat ?”, Ali menjawab, “Tidak, bahkan aku menyembah dzat yang aku lihat tidak dengan mata kepalaku, tetapi dengan mata hatiku”. Demikian juga ketika Ja’far al-Shadiq R.A. ditanya “Apakah engkau melihat Allah ?”, ia menjawab, “Apakah aku menyembah tuhan yang tidak bisa aku lihat”. Lalu ia ditanya lagi, “Bagaimana engkau dapat melihatnya pada-hal Ia (Tuhan) adalah sesuatu yang tidak terjangkau oleh peng-lihatan”. Ja’far Shadiq menegaskan, “Mata tidak bisa melihat Tuhan dengan penglihatannya, tetapi hati bisa melihat-Nya dengan hakikat iman. Ia tidak mungkin dapat diindera oleh pan-caindera dan dipersamakan dengan manusia. Dalam pandangan al-Ghazali, rahasia serta “ruh” yang terkandung dalam ma’rifat adalah tauhid, yaitu penyucian sifat hayat ‘ilmu, qudrat, iradat, sam’, bashar, dan kalam Allah dari penyerupaan. Adapun sumber ma’rifat menurut al-Ghazali ada empat yaitu : a. Pancaindera; Menurut al-Ghazali, pancaindera adalah termasuk juga sumber ma’rifat. Akan tetapi bekerjanya hanya dalam beberapa sumber, akan tetapi tidak dalam yang lain. b. Akal; Sebagaimana pancaindera, akal juga adalah merupakan salah satu sumber ma’rifat dalam beberapa sumber. Tetapi sekali lagi, ditegaskan bahwa ia bukanlah segala-galanya. Menganggap dan memberikan cakupan yang luas bagi akal sebagai sumber ma’rifat dapat menyebabkan penyepelean terhadap al-Qur’an sebagaiutama. c. Wahyu; Menurut al-Ghazali, wahyu adalah sumber terbesar bagi Ma’rifat. Wilayah cakupannya sangat luas, sesuai dengan posisinya sebagai sumber pertama dan utama bagi ajaran Islam. d. Kasyf; yang dimaksud dengan kasyf oleh al-Ghazali adalah cahaya yang dihunjamkan ke dalam hati hamba, sehingga hati dapat melihat dan merasakan sesuatu dengan ‘ain al-yaqin. Kasyf adalah sumber kedua bagi ma’rifat yang terbesar setelah wahyu. Tingkatan ma’rifat, menurut al-Ghazali berjenjang sesuai dengan tingkatan iman seseorang. Karena itu, tingkatan ma’rifat dibagi menjadi tiga sesuai dengan tingkatan iman seseorang. Tiga tingkatan tersebut yaitu : a. Tingkatan pertama; imannya orang awam. Iman dalam tingkatan ini adalah iman taqlid yang murni.b. Tingkatan kedua; Imannya para ahli kalam. Mereka adalah orang-orang yang mengaku ahli akal dan berpikir atau mengaku sebagai tokoh penelitian dan istidlal.c. Tingkatan ketiga; Imannya para ‘arifin yaitu orang-orang yang menyaksikan dengan ‘ainul yaqin.Berkaitan dengan jalan perolehan ma’rifat ini Imam Ibnu ‘Atha’illah As-Sakandari dalam al-Hikam menulis: “Apabila Tuhan membukakan jalan bagimu untuk Ma’rifat, maka jangan hiraukan amalmu yang masih sedikit itu, karena Allah tidak membuka jalan tadi melainkan Dia (sendiri yang) berkehendak memperkenalkan diri-Nya kepada kamu. Tidakkah anda ketahui bahwa perkenalan itu adalah pemberian Allah pada anda. Sedangkan amal-amal (yang anda kerjakan) anda berikan amal-amal itu untuk Allah, dan dimanakah fungsi pemberian anda kepada Allah apabila dibandingkan pada apa yang didatangkan Allah atas anda ?” Salah satu pendidikan yang dapat ditemukan dari laku lampah Dunia Ruhani bahwa setiap penempuh jalan ruhani dituntut agar melihat kecil apa yang datang dari hamba dan betapa besar apa yang dikurniakan oleh Allah. Ruhani yang terdidik seperti ini akan membentuk sikap beramal tanpa melihat kepada amal itu sendiri, sebaliknya melihat amal itu sebagai kurnia Allah yang wajib disyukuri. Orang yang terdidik seperti ini tidak lagi membuat tuntutan kepada Allah tetapi membuka hati nuraninya untuk menerima hidayah dan taufik dari Allah. Orang yang hatinya suci bersih akan menerima pancaran Sirr dan mata hatinya akan melihat kepada hakikat bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Mulia, Maha Suci dan Maha Tinggi. Ia tidak mungkin ditemui dan dikenali kecuali jika Dia (sendiri yang) mau untuk ditemui dan dikenali. I Would like to share this with you. Here You Can Download This Application from PlayStorehttps://play.google.com/store/apps/details?id=com.enhastudio.makrifatsyariattarekatdanhakikat

Komentar

  1. KISAH CERITA AYAH SAYA SEMBUH BERKAT BANTUAN ABAH HJ MALIK IBRAHIM

    Assalamualaikum saya atas nama Rany anak dari bapak Bambang saya ingin berbagi cerita masalah penyakit yang di derita ayah saya, ayah saya sudah 5 tahun menderita penyakit aneh yang tidak masuk akal, bahkan ayah saya tidak aktif kerja selama 5 tahun gara gara penyakit yang di deritanya, singkat cerita suatu hari waktu itu saya bermain di rmh temen saya dan kebetulan saya ada waktu itu di saat proses pengobatan ibu temen saya lewat HP , percaya nda percaya subahana lah di hari itu juga mama temen saya langsung berjalan yang dulu'nya cuma duduk di kursi rodah selama 3 tahun,singkat cerita semua orang yang waktu itu menyaksikan pengobatan bapak kyai hj Malik lewat ponsel, betul betul kaget karena mama temen saya langsung berjalan setelah di sampaikan kepada hj Malik untuk berjalan,subahanallah, dan saya juga memberanikan diri meminta no hp bapak kyai hj malik, dan sesampainya saya di rmh saya juga memberanikan diri untuk menghubungi kyai hj Malik dan menyampaikan penyakit yang di derita ayah saya, dan setelah saya melakukan apa yang di perintahkan sama BPK kyai hj Malik, 1 jam kemudian Alhamdulillah bapak saya juga langsung sembuh dari penyakitnya lewat doa bapak kyai hj Malik kepada Allah subahanallah wataala ,Alhamdulillah berkat bantuan bpk ustad kyai hj Malik sekarang ayah saya sudah sembuh dari penyakit yang di deritanya selama 5 tahun, bagi saudara/i yang mau di bantu penyembuhan masalah penyakit gaib non gaib anda bisa konsultasi langsung kepada bapak kyai hj Malik no hp WA beliau 0823-5240-6469 semoga lewat bantuan beliau anda bisa terbebas dari penyakit anda. Terima kasih

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

4 TINGKATAN ILMU MAKRIFAT..

Tuntunan Dzikir Syariat,Tarekat,Hakikat dan makrifat